Selamat Datang di Bloger Agus Sukma

Terima kasih atas waktu yang telah anda luangkan untuk mengunjungi blog saya, semoga di dalam blog ini kita bisa saling berbagi pengetahuan, menambah rasa persaudaraan mayoritas dan juga saling peduli antar sesama sosial dalam wadah mempersatukan nusantara akan persatuan Indonesia.

Minggu, 13 Februari 2011

Puri Anom Tabanan

Sejarah dan latar belakang

Ukiran tembok
Saren Tandekan
Sejarah Puri Anom Tabanan, tidak terlepas dari ekspansi Kerajaan Majapahit ke Bali pada masa pemerintahan Ratu Tribuwana Tungga Dewi dengan patihnya yang terkenal yaitu Maha Patih Gajah Mada. Patih Gajah Mada beserta pembesar-pembesar kerajaan Majapahit dan para Arya menyerang Bali yang pada saat itu dikuasai oleh seorang Raja yang bergelar Bhatara Sri Astasura Ratna Bumi Banten.
Delapan orang Arya yang membantu Gajah Mada, setelah berhasil memenangkan perang langsung ditempatkan di masing-masing daerah sebagai seorang raja, yakni:
  1. Arya Kenceng, berkuasa di Pucangan Buahan (Tabanan) dengan diberikan rakyat sebanyak 40.000 orang. Sehingga dapat dipastikan berdirinya Kerajaan Tabanan adalah pada tahun 1343 Masehi atau tahun Caka 1265.
  2. Arya Kutawaringin berkuasa di Gelgel dan diberikan rakyat sebanyak 5.000 orang
  3. Arya Sentong berkuasa di Perean dan diberikan rakyat sebanyak 10.000 orang
  4. Arya Delancang berkuasa di Desa Kapal
  5. Arya Kanuruhan berkuasa di Desa Tangkas
  6. Arya Punta berkuasa di Desa Mambal
  7. Arya Jerudeh berkuasa di Desa Temukti
  8. Arya Tumenggung berkuasa di Desa Petemon
  9. Arya Pamacekan berkuasa di Desa Bondalem
  10. Arya Beleteng berkuasa di Desa Pacung
Kerajaan Tabanan berdiri pada tahun 1343 Masehi, pada jaman penjajahan Belanda, raja terakhir Puri Agung Singasana Ida Cokorda Ngurah Rai Perang, tewas puputan bersama putra mahkota di Badung sesaat setelah Perang Puputan Badung terjadi pada tahun 1906 karena tidak sudi untuk menyatakan tunduk kepada penjajah Belanda. Putri –putri beliau yang tersisa kemudian pindah ke Puri Anom Tabanan pada tahun 1910, Sagung Ayu Oka Menikah dengan Kramer, clerk Controlir Belanda, Sagung Ayu Putu menikah dengan I Gusti Ngurah Anom di Puri Anom Saren Taman (Sekarang disebut Puri Anom Saren Kawuh)
Puri Anom Tabanan didirikan pada masa pemerintahan Ida Cokorda Ngurah Agung Tabanan, raja yang ke-19, yang berkuasa pada tahun 1810 – 1843. Ia memerintahkan putranya yang masih muda (Anom) untuk membangun istana baru tepat di sebelah utara puri kerajaan sehingga itu mungkin yang menyebabkan istana itu kemudian disebut sebagai Puri Anom yang dapat diartikan sebagai Istana Muda atau juga Istana yang baru. Sejak saat itu sampai sekarang puri ini dipakai untuk tempat tinggal dan kegiatan keluarga Raja-Raja Tabanan.
Pada bulan Agustus tahun 2003 Puri Anom Tabanan diresmikan oleh bupati selaku kepala pemerintah Daerah Tabanan sebagai salah satu warisan budaya dan sebagai aset Kota Tabanan yang sangat penting untuk dilestarikan. Dalam upaya itu puri dibuka untuk umum agar masyarakat dapat lebih memahami dan menghargai peninggalan sejarah yang bernilai luhur.
Arsitektur khas kerajaan di Bali dapat ditemui di Puri Anom Tabanan yang berlokasi di jantung Kota Tabanan dan berdiri di kawasan hampir seluas 2 hektar.
Pusaka Peninggalan Kerajaan di Puri Anom
Keluarga Besar Puri Anom

[sunting] Bagian-bagian puri

Wargi Alas Purwo di Bale Ukir Ancak Saji
Foto Areal Ancak Saji dan Gedong Ukir
Upacara di Bencingah Puri
Suci Agung Puri
Bale Piasan Suci Agung
Ornamen tembok Suci Ageng
Bale Simpen Gong Ring Tandekan
Terdapat beberapa bagian penting dari bangunan puri yang merupakan ciri khas dari struktur arsitektural sebuah Puri.
A. Bencingah - Bencingah Puri merupakan Bagian terdepan dari Kompleks ini. Sebuah pohon beringin yang berumur ratusan tahun (diperkirakan ditanam pada saat pembangunanpuri ini) merupakan simbol pengayoman terhadap masyarakat. Pada zaman dahulu pasar selalu berlokasi di depan Bencingah puri. Karena melalui bencingah Raja akan dapat memantau perkembangan ekonomi rakyat. Di Bencingah terdapat sebuah bangunan yang disebut Bale Bengong, tempat Raja memantau kegiatan ekonomi rakyat.
B. Suci Ageng - Adalah Tempat Persembahyangan Keluarga Puri, Terdapat 4 bangunan Suci di Puri Anom Tabanan ,yakni : Suci Ageng, Suci Saren Kangin, Suci Saren Tengah dan Suci Saren Kawuh
C. Ancak Saji - Ditandai dengan dua pasang gerbang kembar yang bernama Candi Bentar. Sepasang candi bentar menghadap ke timur dan sepasang lagi menghadap ke Utara. Terdapat sebuah bangunan kuno berukir motif lama, merupakan tempat melapor untuk tamu yang akan menghadap ke Puri. Disebelah selatannya terdapat Suci Agung Puri, yang merupakan tempat persembahyangan keluarga besar puri.
D. Bale Kembar - Kompleks bale-bale ini merupakan tempat upacara pitra yadnya yang paling utama, Upacara pitra yadnya ini bernama munggah Bale kembar. Upacara ini sekarang sangat sulit dilaksanakan karena memakan waktu minimal 6 bulan hingga mencapai 1 tahun.
E. Tandekan - Tandekan adalah merupakan tempat penerimaan tamu, dan juga sebagai "guest house" atau tempat bermalam tamu-tamu kerajaan yang dihormati. Di kompleks Saren Tandekan terdapat beberapa bangunan:
    1. Bale Mundar Manik, sebagai tempat layon untuk para mekel yang ikut ngiring Upacara Munggah Bale kembar
    2. Bale Gedong, Sebagai Tempat tidur/ saren untuk tamu tamu kerajaan
    3. Gedong simpen, Untuk tempat penyimpanan gong, wayang dan alat kesenian lainnya
    4. Bale Tajuk, Untuk Tempat pertemuan, atau menunggu pengiring pengiring
F. Saren Agung - Terdapat dua buah saren Agung dan tiga Suci Alit, sebagai tempat untuk upacara manusa yadnya. Di saren Agug terdapat berapa bangunan utama
    1. Bale gede
    2. Bale Singa Sari
    3. Bale Sari
    4. Bale Tegeh (Loji) untuk tempat menyimpan senjata senjata dan lontar lontar puri dan Pura Pura yang disucikan
    5. Bale Tajuk
G. Pakraman - Pakraman adalah tempat tinggal dan tempat aktivitas sehari-hari keluarga puri. Terdapat tiga pakraman di puri anom Tabanan, yakni pakraman saren kangin, pakraman saren tengah dan pakraman saren kauh.
H. Pekandelan adalah tempat tinggal abdi dalem Puri yang dipercaya. Pada masa kerajaan Tabanan, yang tercatat mempunyai Pekandelan adalah, "Puri Singasana (Puri Gede ), Puri Kaleran dan Puri Anom (Denah Kerajaan Tabanan; geerts, By: Agus Sukma

Selasa, 01 Februari 2011

Asal Mula Selat Bali

Pada jaman dulu di kerajaan Daha hiduplah seorang Brahmana yang benama Sidi Mantra yang sangat terkenal kesaktiannya. Sanghyang Widya atau Batara Guru menghadiahinya harta benda dan seorang istri yang cantik. Sesudah bertahun-tahun kawin, mereka mendapat seorang anak yang mereka namai Manik Angkeran.
Meskipun Manik Angkeran seorang pemuda yang gagah dan pandai namun dia mempunyai sifat yang kurang baik, yaitu suka berjudi. Dia sering kalah sehingga dia terpaksa mempertaruhkan harta kekayaan orang tuanya, malahan berhutang pada orang lain. Karena tidak dapat membayar hutang, Manik Angkeran meminta bantuan ayahnya untuk berbuat sesuatu. Sidi Mantra berpuasa dan berdoa untuk memohon pertolongan dewa-dewa. Tiba-tiba dia mendengar suara, “Hai, Sidi Mantra, di kawah Gunung Agung ada harta karun yang dijaga seekor naga yang bernarna Naga Besukih. Pergilah ke sana dan mintalah supaya dia mau memberi sedikit hartanya.”
Sidi Mantra pergi ke Gunung Agung dengan mengatasi segala rintangan. Sesampainya di tepi kawah Gunung Agung, dia duduk bersila. Sambil membunyikan genta dia membaca mantra dan memanggil nama Naga Besukih. Tidak lama kernudian sang Naga keluar. Setelah mendengar maksud kedatangan Sidi Mantra, Naga Besukih menggeliat dan dari sisiknya keluar emas dan intan. Setelah mengucapkan terima kasih, Sidi Mantra mohon diri. Semua harta benda yang didapatnya diberikan kepada Manik Angkeran dengan harapan dia tidak akan berjudi lagi. Tentu saja tidak lama kemudian, harta itu habis untuk taruhan. Manik Angkeran sekali lagi minta bantuan ayahnya. Tentu saja Sidi Mantra menolak untuk membantu anakya.
Manik Angkeran mendengar dari temannya bahwa harta itu didapat dari Gunung Agung. Manik Angkeran tahu untuk sampai ke sana dia harus membaca mantra tetapi dia tidak pernah belajar mengenai doa dan mantra. Jadi, dia hanya membawa genta yang dicuri dari ayahnya waktu ayahnya tidur.
Setelah sampai di kawah Gunung Agung, Manik Angkeran membunyikan gentanya. Bukan main takutnya ia waktu ia melihat Naga Besukih. Setelah Naga mendengar maksud kedatangan Manik Angkeran, dia berkata, “Akan kuberikan harta yang kau minta, tetapi kamu harus berjanji untuk mengubah kelakuanmu. Jangan berjudi lagi. Ingatlah akan hukum karma.”
Manik Angkeran terpesona melihat emas, intan, dan permata di hadapannya. Tiba-tiba ada niat jahat yang timbul dalam hatinya. Karena ingin mendapat harta lebih banyak, dengan secepat kilat dipotongnya ekor Naga Besukih ketika Naga beputar kembali ke sarangnya. Manik Angkeran segera melarikan diri dan tidak terkejar oleh Naga. Tetapi karena kesaktian Naga itu, Manik Angkeran terbakar menjadi abu sewaktu jejaknya dijilat sang Naga.
Mendengar kematian anaknya, kesedihan hati Sidi Mantra tidak terkatakan. Segera dia mengunjungi Naga Besukih dan memohon supaya anaknya dihidupkan kembali. Naga menyanggupinya asal ekornya dapat kembali seperti sediakala. Dengan kesaktiannya, Sidi Mantra dapat memulihkan ekor Naga. Setelah Manik Angkeran dihidupkan, dia minta maaf dan berjanji akan menjadi orang baik. Sidi Mantra tahu bahwa anaknya sudah bertobat tetapi dia juga mengerti bahwa mereka tidak lagi dapat hidup bersama.


“Kamu harus mulai hidup baru tetapi tidak di sini,” katanya. Dalam sekejap mata dia lenyap. Di tempat dia berdiri timbul sebuah sumber air yang makin lama makin besar sehingga menjadi laut. Dengan tongkatnya, Sidi Mantra membuat garis yang mernisahkan dia dengan anaknya. Sekarang tempat itu menjadi selat Bali yang memisahkan pulau Jawa dengan pulau Bali.
By: Agus Sukma

Selasa, 25 Januari 2011

Pura Luhur Tamba Waras

 By: Agus Sukma

Tempat Memohon Kesehatan Lahir Batin
Pura Luhur Tamba Waras secara geografis terletak di lereng sebelah selatan Gunung Batukaru, tepatnya di Desa Sangketan, Penebel, Tabanan. Pura yang berada pada satu garis dengan Pura Luhur Batukaru ini terletak pada ketinggian sekitar 725 meter dari permukaan laut. Untuk mencapai pura ini pemedek harus menempuh jarak sekitar 22 km dari kota Tabanan. Jika dilihat dari struktur pura, Pura Luhur Tamba Waras atau juga disebut Tambo Waras berkedudukan sebagai gudang farmasinya jagat raya. Fungsi ini dapat dibuktikan dengan munculnya berbagai sarana penting yang berfungsi sebagai bahan obat-obatan, di samping berkaitan erat dengan sejarah, di mana seorang raja dapat disembuhkan dengan mengaturkan permohonan di tempat yang awalnya berupa hutan belantara Batukaru ini.

Pura Tamba Waras ini berdiri sekitar abad ke-12. Menurut beberapa catatan sejarah, Raja Tabanan yakni Cokorda Tabanan sakit keras dan tidak ditemukan pengobatannya. Para abdi mencarikan obat sesuai dengan petunjuk gaib yang diterima, di mana akan ada asap sebagai petunjuknya. Setelah berjalan di dalam hutan Batukaru, dijumpai asap mengepul yang berasal dari sebuah kelapa di tanah di dalam rumpun bambu. Setelah memohon di tempat itu, didapatkanlah obat. Setelah obat tersebut diaturkan kepada raja, ternyata sang raja sembuh dan sehat kembali. Di tempat itu dibangunlah tempat pemujaan yang dinamakan Tambawaras.
Kata Tambawaras berasal dari kata tamba + waras. Tamba artinya obat, sedangkan waras artinya normal kembali. Pura Luhur Tamba Waras bermakna pemujaan kekuatan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi dalam fungsi sebagai penyedia gudang farmasi alam semesta (bhuwana agung). Dengan demikian permohonan kerahayuan, kesehatan, kebijaksanaan untuk mencapai kesejahteraan merupakan objek pemujaan di pura ini.
Pura ini salah satu Pura Catur Angga, berstatus sebagai Sad Kahyangan Jagat Bali. Pura Luhur Tamba Waras termasuk dalam jajar kemiri, yakni juringan yang membangun kekuatan. Gunung Batukaru dengan puncaknya Kedaton merupakan bentuk manifestasi Hyang Widhi sebagai pelindung kehidupan sarwa prani, dengan menganugerahkan pangurip gumi. Adapun pura jajar kemiri yang dimaksud adalah Pura Luhur Muncaksari dan ke bawahnya Pura Tamba Waras yang terletak di sebelah kanan Pura Luhur Batukaru.
Sementara di sebelah kiri terdapat Pura Patali dan Pura Besikalung. Kesempurnaan antara kedua sisi ini dapat memperkuat alam semesta. Dengan demikian Pura Luhur Tamba Waras merupakan satu kekuatan penyangga keutamaan fungsi Ida Batara Sang Hyang Tumuwuh yang berstana di Luhur Batukaru.
Kesehatan lahir dan batin merupakan modal awal untuk menjalani hidup dengan benar. Pura Tamba Waras adalah kekuatan pemberi anugerah di bidang kesehatan lahir batin dan kelestarian alam semesta. Manifestasi Catur Loka Pala Batukaru sebagai Aswinodewa. Kebijaksanaan, kejujuran, kemuliaan hati merupakan kesehatan batin untuk menjalani kehidupan yang lebih baik, di samping kesehatan jasmani atau fisik yang kuat.
Kedua hal ini dapat dimohonkan di pura ini, baik dengan melakukan yoga maupun pelaksanaan ritual yang didasari dengan hati yang suci guna memohon berkat-Nya.
Desa Adat Sangketan merupakan krama adat Pekandel. Sementara Jero Subamia merupakan pangenceng dari pura ini. Buda Umanis Prangbakat merupakan piodalan yang diselenggarakan di pura ini. Sementara karya mamungkah, mupuk pedagingan dan ngenteg linggih dilaksanakan mulai Saniscara Pon Pahang dan berakhir Buda Pon Watugunung.
Melasti dan Masandekan
Ada tradisi unik yang dijalankan saat piodalan di pura ini yakni pamelastian dengan simpang dan masandekan pada beberapa pura yang dilalui. Upacara melasti di Tanah Lot, dengan memakan waktu perjalanan selama tiga hari dengan berjalan kaki dari Pura Tamba Waras menuju segara. Selama perjalanan Ida Batara akan simpang di beberapa pura dan masandekan di Pura Puseh Desa Adat Kota Tabanan.
Selain itu, Ida Batara masandekan di Puseh Penatahan Desa Wanasari, Pura Pesimpangan Kuwuban Luhur Batukaru serta bermalam di Pura Desa Adat Kota Tabanan. Keesokan harinya kembali melanjutkan perjalanan menuju pantai Tanah Lot dengan sebelumnya masandekan di Pura Desa Adat Demung dan Pura Dangin Bingin.
Sekembalinya dari melasti marerepan di Pura Puseh Desa Adat Kota Tabanan. Hari ketiga, baru dilakukan prosesi mamendak Ida Batara rawuh dari melasti di Pura Luhur Tamba Waras.
Wakil Bupati Tabanan IGG Putra Wirasana selaku pengenceng pura yang merupakan penglingsir Jro Subamia terlihat mendampingi berbagai upacara yang berlangsung. Dengan dilaksanakan yadnya di tempat ini diharapkan umat mampu menjaga keseimbangan alam Bali.
Selain itu, Mangku Gede Tamba Waras menyatakan atas berkat dan tuntunan yang diberikan oleh Ida Bathara yang dipuja di pura ini, diharapkan ada ketenteraman batin dalam setiap individu, rumah tangga serta seluruh masyarakat Bali. Jika hal ini terwujud maka akan ada ketenteraman, kedamaian serta kesuksesan dalam pembangunan di Tabanan dan Bali secara umum. Selain itu, piodalan yang dilaksanakan sebagai wujud terima kasih dan rasa bakti ke hadapan Sang Pencipta yang telah memberikan tuntunan dan berkah kepada umat manusia.
Wirasana berharap melalui kebersamaan dalam penyelenggaraan karya, terbentuk rasa kekeluargaan yang menciptakan rasa damai di kalangan umat. Selain itu, karya yang dilaksanakan sebagai wujud rasa bakti segenap umat diharapkan turut membawa keteguhan batin dan kerahayuan jagat, di mana saat ini sebagian besar wilayah Indonesia mengalami bencana. Melalui berbagai piodalan, setiap umat Hindu hendaknya lebih memperkuat keyakinan serta sradha ke hadapan Hyang Widhi, serta mampu menunjukkan sikap yang baik terhadap sesamanya. * Penutup: Pura Ini mungkin akrab dikenal masyarakat dengan nama Pura Temu waras,

Tambe waras, Tambo waras, Dan Tamba waras.dsb:

KISAH JAYAPRANA DAN LAYONSARI

By: Agus Sukma
Dua orang suami istri bertempat tinggal di Desa Kalianget mempunyai tiga orang anak, dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Oleh karena ada wabah yang menimpa masyarakat desa itu, maka empat orang dari keluarga yang miskin ini meninggal dunia bersamaan. Tinggalan seorang laki-laki yang paling bungsu bernama I Jayaprana. Oleh karena orang yang terakhir ini keadaannya yatim piatu, maka ia puan memberanikan dirimengabdi di istana raja. Di istana, laki-laki itu sangat rajin, rajapun amat kasih sayang kepadanya.
Kini I Jayaprana baru berusia duabelas tahun. Ia sangat ganteng paras muka tampan dan senyumnya pun sangat manis menarik.
Beberapa tahun kemudian.
Pada suatu hari raja menitahkan I Jayaprana, supaya memilih seorang dayang-dayang yang ada di dalam istana atau gadis gadis yang ada di luar istana. Mula-mula I Jayaprana menolak titah baginda, dengan alasan bahwa dirinya masih kanak-kanak. Tetapi karena dipaksan oleh raja akhirnya I Jayaprana menurutinya. Ia pun melancong ke pasar yang ada di depan istana hendak melihat-lihat gadis yang lalu lalang pergi ke pasar. Tiba-tiba ia melihat seorang gadis yang sangat cantik jelita. Gadis itu bernama Ni Layonsari, putra Jero Bendesa, berasal dari Banjar Sekar.
Melihat gadis yang elok itu, I Jayaprana sangat terpikat hatinya dan pandangan matanya terus membuntuti lenggang gadis itu ke pasar, sebaliknya Ni Layonsari pun sangat hancur hatinya baru memandang pemuda ganteng yang sedang duduk-duduk di depan istana. Setelah gadis itu menyelinap di balik orang-orang yang ada di dalam pasar, maka I Jayaprana cepat-cepat kembali ke istana hendak melapor kehadapan Sri Baginda Raja. Laporan I Jayaprana diterima oleh baginda dan kemudian raja menulis sepucuk surat.
I Jayaprana dititahkan membawa sepucuk surat ke rumahnya Jero Bendesa. Tiada diceritakan di tengah jalan, maka I Jayaprana tiba di rumahnya Jero Bendesa. Ia menyerahkan surat yang dibawanya itu kepada Jero Bendesa dengan hormatnya. Jero Bendesa menerima terus langsung dibacanya dalam hati. Jero Bendesa sangat setuju apabila putrinya yaitu Ni Layonsari dikawinkan dengan I Jayaprana. Setelah ia menyampaikan isi hatinya “setuju” kepada I Jayaprana, lalu I Jayaprana memohon diri pulang kembali.
Di istana Raja sedang mengadakan sidang di pendopo. Tiba-tiba datanglah I Jayaprana menghadap pesanan Jero Bendesa kehadapan Sri Baginda Raja. Kemudian Raja mengumumkan pada sidang yang isinya antara lain: Bahwa nanti pada hari Selasa Legi wuku Kuningan, raja akan membuat upacara perkawinannya I Jayaprana dengan Ni Layonsari. Dari itu raja memerintahkan kepada segenap perbekel, supaya mulai mendirikan bangunan-bangunan rumah, balai-balai selengkapnya untuk I Jayaprana.
Menjelang hari perkawinannya semua bangunan-bangunan sudah selesai dikerjakan dengan secara gotong royong semuanya serba indah. Kini tiba hari upacara perkawinan I Jayaprana diiringi oleh masyarakat desanya, pergi ke rumahnya Jero Bendesa, hendak memohon Ni Layonsari dengan alat upacara selengkapnya. Sri Baginda Raja sedang duduk di atas singgasana dihadap oleh para pegawai raja dan para perbekel baginda. Kemudian datanglah rombongan I Jayaprana di depan istana. Kedua mempelai itu harus turun dari atas joli, terus langsung menyembah kehadapan Sri Baginda Raja dengan hormatnya melihat wajah Ni Layonsari, raja pun membisu tak dapat bersabda.
Setelah senja kedua mempelai itu lalu memohon diri akan kembal ke rumahnya meninggalkan sidang di paseban. Sepeninggal mereka itu, Sri Baginda lalu bersabda kepada para perbekel semuanya untuk meminta pertimbangan caranya memperdayakan I Jayaprana supaya ia mati. Istrinya yaitu Ni Layonsari supaya masuk ke istana dijadikan permaisuri baginda. Dikatakan apabila Ni Layonsari tidak dapat diperistri maka baginda akan mangkat karena kesedihan.
Mendengar sabda itu salah seorang perbekel lalu tampak ke depan hendak mengetengahkan pertimbangan, yang isinya antara lain: agar Sri Paduka Raja menitahkan I Jayaprana bersama rombongan pergi ke Celuk Terima, untuk menyelidiki perahu yang hancur dan orang-orang Bajo menembak binatang yang ada di kawasan pengulan. Demikian isi pertimbangan salah seorang perbekel yang bernama I Saunggaling, yang telah disepakati oleh Sang Raja. Sekarang tersebutlah I Jayaprana yang sangat brebahagia hidupnya bersama istrinya. Tetapi baru tujuh hari lamanya mereka berbulan madu, datanglah seorang utusan raja ke rumahnya, yang maksudnya memanggil I Jayaprana supaya menghadap ke paseban. I Jayaprana segera pergi ke paseban menghadap Sri P aduka Raja bersama perbekel sekalian. Di paseban mereka dititahkan supaya besok pagi-pagi ke Celuk Terima untuk menyelidiki adanya perahu kandas dan kekacauan-kekacauan lainnya. Setelah senja, sidang pun bubar. I Jayaprana pulang kembali ia disambut oleh istrinya yang sangat dicintainya itu. I Jayaprana menerangkan hasil-hasil rapat di paseban kepada istrinya.
Hari sudah malam Ni Layonsari bermimpi, rumahnya dihanyutkan banjir besar, ia pun bangkit dari tempat tidurnya seraya menerangkan isi impiannya yang sangat mengerikan itu kepada I Jayaprana. Ia meminta agar keberangkatannya besok dibatalkan berdasarkan alamat-alamat impiannya. Tetapi I Jayaprana tidak berani menolak perintah raja. Dikatakan bahwa kematian itu terletak di tangan Tuhan Yang Maha Esa. Pagi-pagi I Jayaprana bersama rombongan berangkat ke Celuk Terima, meninggalkan Ni Layonsari di rumahnya dalam kesedihan. Dalam perjalanan rombongan itu, I Jayaprana sering kali mendapat alamat yang buruk-buruk. Akhirnya mereka tiba di hutan Celuk Terima. I Jayaprana sudah meras dirinya akan dibinasakan kemudian I Saunggaling berkata kepada I Jayaprana sambil menyerahkan sepucuk surat. I Jayaprana menerima surat itu terus langsung dibaca dalam hati isinya:
“ Hai engkau Jayaprana
Manusia tiada berguna
Berjalan berjalanlah engkau
Akulah menyuruh membunuh kau

Dosamu sangat besar
Kau melampaui tingkah raja
Istrimu sungguh milik orang besar
Kuambil kujadikan istri raja

Serahkanlah jiwamu sekarang
Jangan engkau melawan
Layonsari jangan kau kenang
Kuperistri hingga akhir jaman.”

Demikianlah isi surat Sri Baginda Raja kepada I Jayaprana. Setelah I Jayaprana membaca surat itu lalu ia pun menangis tersedu-sedu sambil meratap. “Yah, oleh karena sudah dari titah baginda, hamba tiada menolak. Sungguh semula baginda menanam dan memelihara hambat tetapi kini baginda ingin mencabutnya, yah silakan. Hamba rela dibunuh demi kepentingan baginda, meski pun hamba tiada berdosa. Demikian ratapnya I Jayaprana seraya mencucurkan air mata. Selanjutnya I Jayaprana meminta kepada I Saunggaling supaya segera bersiap-siap menikamnya. Setelah I Saunggaling mempermaklumkan kepada I Jayaprana bahwa ia menuruti apa yang dititahkan oleh raja dengan hati yang berat dan sedih ia menancapkan kerisnya pada lambung kirinya I Jayaprana. Darah menyembur harum semerbak baunya bersamaan dengan alamat yang aneh-aneh di angkasa dan di bumi seperti: gempa bumi, angin topan, hujan bunga, teja membangun dan sebagainya.
Setelah mayat I Jayaprana itu dikubur, maka seluruh perbekel kembali pulang dengan perasaan sangat sedih. Di tengah jalan mereka sering mendapat bahaya maut. Diantara perbekel itu banyak yang mati. Ada yang mati karena diterkam harimau, ada juga dipagut ular. Berita tentang terbunuhnya I Jayaprana itu telah didengar oleh istrinya yaitu Ni Layonsari. Dari itu ia segera menghunus keris dan menikan dirinya. Demikianlah isi singkat cerita dua orang muda mudi itu yang baru saja berbulan madu atas cinta murninya akan tetapi mendapat halangan dari seorang raja dan akhirnya bersama-sama meninggal dunia

Funny - AXE Effect

Senin, 24 Januari 2011

Laskar Bali > Berita aksi demo di BNR

Besok, Demo Goyang Arena Kongres

Massa nanti bakal berasal dari Laskar Bali serta masyarakat Jawa di Bali yang peduli sepakbola. 

Laporan Fahri Rayyana dari Surabaya

21 Jan 2011 20:49:00

Aksi massa bakal mewarnai pelaksanaan kongres PSSI yang digelar di Bali Nirwana Resort Tabanan Bali, 21-23 Januari. Sedikitnya, 1.200 massa akan ngeluruk lokasi kongres.

"Kami sudah ajukan pemberitahuan ke Polres Tabanan atas rencana aksi ini," terang Hengky Bambang Widodo, mantan manajer Persikapro Probolinggo selaku penanggung jawab aksi.

Massa nanti bakal berasal dari Laskar Bali serta masyarakat Jawa di Bali yang peduli sepakbola.

"Besok siang juga bakal datang teman teman suporter Pasuruan sebanyak tiga bis," tukasnya.

Menurut Hengky, ada empat tuntutan yang diusung dalam aksi tersebut. Pertama, massa mengingatkan pada peserta kongres agar mengkritisi langkah PSSI yang menabrak aturan sendiri. Kedua, PSSI dinilai sewenang-wenang dengan menolak para utusan yang membawa surat mandat. Pasalnya, mereka dinilai kontra Nurdin Halid. Beberapa utusan yang dapat perlakuan ini diantaranya Persema, Persibo, PSID Jombang dan Surabaya Muda.

"Ini cara cara yang dipakai Haruna Soemitro (mantan ketua PSSI Jatim) saat gelas Musda akhir 2009 lalu," tegasnya.

Ketiga, massa minta Nurdin Halid mundur karena cacat moral atas statusnya sebagai mantan narapidana.

"FIFA jelas mengatur soal itu tapi nyatanya dikibuli sama Nurdin. Kami juga minta agar PSSI tak dibawa ke ranah politik," seru Hengky. (gk-31)

Puputan Preman Pulau Dewata


DERAK senjata laras panjang terdengar dari truk pengangkut pasukan yang membelah keheningan pagi di Jalan Wibisana, Denpasar, Bali. Tak sampai satu menit, 50 polisi yang menenteng senapan serbu menyebar di halaman seluas separuh lapangan sepak bola itu, Rabu pekan lalu, pagi belum lagi sempurna di Pulau Dewata. Di depan rumah bernomor 35 itu, iring-iringan mobil polisi yang datang tanpa sirene parkir berbaris.
Si empunya rumah, I Made Sutama, masih terlelap di lantai dua bangunan itu. Salah seorang dari lima istrinya membangunkan pria yang dikenal dengan panggilan Minggik ini. Tak ada pemberitahuan dari penjaga rumah. Malam sebelum penyerbuan, polisi penyamar sudah menutup kamera pengintai di depan gerbang. Tanpa perlawanan, Minggik membiarkan polisi memborgol kedua tangannya. Selanjutnya, hampir lima jam ia diinterogasi.
Selagi tanya-jawab berlangsung, sebagian polisi menggerayangi semua sudut rumah yang terletak di ujung jalan buntu itu. Hasilnya: sebuah granat, empat pistol Colt, FN, dan revolver, satu pistol gas Fergamy, 770 butir pelor dari berbagai kaliber. Masih ada lusinan pedang dan tombak, catatan toto gelap, alat penghisap sabu-sabu, dan peralatan judi. "Seperti penangkapan teroris saja," seorang komandan lapangan membisiki Tempo.
Menjelang tengah hari, Minggik digiring masuk ke mobil petugas. Sosok gempal berkepala botak itu resmi menjadi tahanan Kepolisian Daerah Bali. "Minggik adalah preman besar," demikian para polisi selalu berkata. Bapak tiga anak ini adalah pimpinan Forum Peduli Bali, organisasi pemuda yang pendiriannya diresmikan Wali Kota Denpasar, A.A. Puspayoga, enam tahun lalu. Forum ini mendapat "izin operasi" di Terminal dan Pasar Ubung.
Masih di dalam kota Denpasar, polisi juga mengerahkan tiga regu pasukan dengan kekuatan yang sama. Masing-masing menggeruduk rumah Dewa Ngurah Swastika, Wayan Sudirga, dan I Wayan Suarya. Dua yang terakhir adalah adik Minggik. Keduanya bisa ditangkap polisi, sementara yang pertama lolos dari sergapan. Polisi cuma mendapati beberapa senjata tajam dan senjata api, termasuk sebatang pipa yang diduga dipakai sebagai casing bom.
Menurut Komisaris Besar Wilmar Marpaung, penangkapan direncanakan sejak jauh-jauh hari. "Ini adalah operasi yang sangat dirahasiakan," kata Direktur Reserse dan Kriminal Polda Bali, yang memimpin langsung penangkapan Minggik. Hanya beberapa perwira yang terlibat yang tahu tujuan operasi. Tiap regu terdiri dari personel satuan Reserse, Intelijen, Narkoba, Forensik, Lalu Lintas, Brigade Mobil, dan Detasemen Khusus 88 Antiteror.

l l l
BARANG bukti yang diperoleh polisi memperkuat desas-desus yang menyebutkan keterkaitan kelompok preman dalam dua ledakan granat pada dua pekan pertama Februari lalu. Pada 5 Februari, granat rakitan menghantam dua mobil yang diparkir di garasi Dirga Bali Transport, Jalan Gatot Subroto, Denpasar Timur. Tiada korban jiwa dalam insiden itu. Sepuluh hari berselang, granat meledak di Jalan Kebo Iwa, tepat ketika sebuah mobil Taft melintas. Akibatnya: dua penumpang terluka.
Kepala Polda Bali Inspektur Jenderal Paulus Purwoko mengatakan, penangkapan Minggik dipakai untuk mengurai dua kasus pembunuhan yang terjadi sebelumnya. Korban pertama adalah Komang Ardhana alias Burik yang tewas di Jalan Kusuma Dewa I, Denpasar, Desember 2007. Korban kedua adalah Ida Bagus Anom Wijaya yang terbunuh di Jalan Cokroaminoto, 15 Januari 2008. Polisi menduga dua kasus itu saling berhubungan dan kelompok Minggik terlibat.
Dua sumber Tempo di kalangan preman menceritakan bahwa pembunuhan Komang merupakan buntut perpecahan Forum Peduli Denpasar (FPD). Pemicunya adalah rencana Dewa Ngurah Swastika alias Dewa Saraf, orang kepercayaan Minggik, keluar dari FPD. Dewa, yang diberi kuasa mengelola judi toto gelap, sudah aktif mengail anggota baru. "Pengaruh Dewa sangat kuat karena dia merekrut dan aktif membina anggota," kata sumber itu.
Namun, masih kata sumber itu, Minggik tidak ingin ada "pengkhianatan", sesuatu yang bisa membuat ia kehilangan wilayah operasi. Pesan pun dikirim: Burik "diselesaikan"-sesuatu yang dianggap bisa memukul Dewa. Antara Burik dan Dewa memang ada hubungan istimewa. Selain sebagai tangan kanan Dewa, Burik adalah teman satu bui Dewa setelah keduanya memukuli Direktur PD Pasar Badung pada 2002.
Mata dibalas mata, nyawa di balas nyawa. Pembalasan pun dilakukan. Selanjutnya yang terbunuh adalah Anom yang diyakini sebagai salah satu eksekutor Burik. Konflik makin tajam setelah Wayan Sudirga alias Yan Ketu memberi keterangan bahwa salah satu pembunuh Anom adalah Dewa Dawan, adik bungsu Dewa, tapi Dawan membantah. "Saya dipaksa mengakui," katanya. Ia mengaku sempat dipukuli polisi dan direndam di laut agar mengaku. Padahal, saat kejadian, Dawan bersama teman-temannya sedang membuat ogoh-ogoh alias boneka raksasa yang bakal diarak pada malam Nyepi.
Pengacara Minggik, Gde Widiatmika, menyebutkan, kliennya tak tahu soal pembunuhan itu. "Pertanyaan polisi belum menyentuh itu," katanya. Pertanyaan hanya difokuskan ke kepemilikan senjata. Adapun mengenai dugaan kliennya adalah raja togel, Widiatmika berkomentar: "Kok hanya dia yang ditangkap? Padahal banyak juga bandar yang lain." Tentang senjata api dan tajam, menurut Widiatmika, semua itu cuma koleksi, meski dimiliki kliennya tanpa izin.

l l l
KELOMPOK Minggik, dengan keku-atan 5.000 anggota, merupakan satu dari dua kelompok preman terkuat di Bali. Satu kelompok lainnya adalah Laskar Bali yang dipimpin Anak Agung Alit Kusuma Widanta alias Gung Alit. Laskar beroperasi sebagai pelindung tempat-tempat hiburan di Kuta dan Legian. Meski cuma membawahi 500 anggota, dengan ciri-ciri selalu membawa trisula di tangan, Gung Alit dikenal dekat dengan petinggi polisi dan militer.
Kedekatan Laskar dan aparat terungkap dalam penelitian Wayan Suryawan, dosen antropologi Universitas Udayana, yang dimuat situs sekitarkita.com. Menurut dia, setelah perkelahian di Denpasar Moon Karaoke, 30 November 2003, yang menewaskan seorang polisi, Gung Alit sempat ditahan sebagai tersangka. Lucunya, para tersangka dijenguk oleh petinggi militer di sana. "Sangat ramai dan penuh canda tawa," kata Wayan.
Seperti FPD, Laskar juga didera perpecahan. Sumber Tempo menuturkan, setelah Gung Alit dipenjara karena terlibat pembunuhan pada 2004, konflik muncul. Kelompok kecil yang dipimpin Endi terus beroperasi. Namun, gerakan Endi ditentang oleh Ketut Mustiada alias Budi, tangan kanan Gung Alit. Bentrok terjadi pada 2005. Salah satu korban tewas adalah Wayan Suparta alias Kayun, yang diplot menjadi pengganti Gung Alit.
Gung Alit enggan dimintai konfirmasi mengenai cerita ini. Berkali-kali dihubungi, teleponnya tak pernah diangkat. SMS pun tak berbalas. Tokoh lain yang disebut-sebut payung kelompok ini adalah A.A. Sumari Agung. Tapi, kakak Gung Alit ini membantah dirinya terkait Laskar. "Silakan tanya adik saya. Nama saya tak ada dalam struktur mereka. Saya ini politisi," kata Ketua Partai Karya Peduli Bangsa Bali yang biasa dipanggil Gung Ari itu.
Selain perpecahan, Laskar mengalami tantangan dengan munculnya kelompok baru. Salah satu yang menonjol adalah kelompok Karangasem. "Mereka berhasil mengambil alih sejumlah tempat hiburan malam," kata seorang sumber. Soal ini kemudian yang dikaitkan dengan peristiwa peledakan granat di Jalan Kebo Iwa. Komang Suparmadi, pemilik e-X Karaoke dan salah satu tokoh kelompok Karangasem menjadi korban dalam ledakan itu. Menurut polisi, ledakan itu adalah buntut kekecewaan satpam e-X yang tak lain adalah anak buah Gung Ari, yang tak lagi dipekerjakan di sana.
Adek Media, Abdi Purmono (Denpasar)

Sejarah Puputan Badung- By: Agus Sukma

PUPUTAN BADUNG 20 SEPTEMBER 1906 PDF Cetak E-mail

Puputan Badung adalah sebuah bentuk perang perlawanan terhadap ekspedisi militer pemerintah kolonial Belanda V di Badung. Puputan Badung berarti pula bentuk reaksi terhadap intervensi penguasa Belanda terhadap kedaulatan masyarakat Badung. Bagi masyarakat Bali di Badung, puputan berarti juga sikap mendalam yang dijiwai oleh nilai-nilai luhur, yaitu ksatria sejati, rela berkorban demi kedaulatan dan keutuhan negeri (Nindihin Gumi Lan Swadharmaning Negara) membela kebenaran dan keadilan (Nindihin Kepatutan) serta berperang sampai              tetes darah terakhir.
Oleh karena itu ”Puputan” yang menjadi tekad bersama raja-raja, para bangsawan dan seluruh rakyat di Badung sama sekali bukanlah refleksi keputusasaan, justru perang Puputan Badung 20 September 1906 merupakan fakta sejarah tak terbantahkan tentang jiwa kepahlawanan dan kemanunggalan raja dan rakyat Badung. Berdasarkan bukti-bukti historis yang ada, jelas bahwa raja-raja dan rakyatnya betul-betul tulus iklas dan berani (lascarya) melakukan perang ”Puputan” sebagai bentuk keputusan bersama untuk mempertahankan kedaulatannya dari Belanda.
Fakta sejarah Puputan Badung pada tanggal 20 September 1906, akan tetap abadi tidak saja dalam catatan sejarah perjalanan negeri ini, namun juga dalam hati sanubari rakyat di seluruh negeri. Perang yang menelan 7000 korban jiwa itu patut menjadi suri teladan tidak hanya bagi rakyat Badung, namun bagi seluruh insan tanah air di masa kini, untuk senantiasa berjuang mencapai cita-cita kemerdekaan Bangsa Indonesia sampai titik darah penghabisan.

I Gusti Ngurah Rai - Sekilas Kisah Perjuangan By: Agus Sukma

I Gusti Ngurah Rai


Brigjen TNI Anumerta I Gusti Ngurah Rai (lahir di Desa Carangsari, Petang, Kabupaten Badung, Bali, Hindia Belanda, 30 Januari 1917 – meninggal di Marga, Tabanan, Bali, Indonesia, 20 November 1946 pada umur 29 tahun) adalah seorang pahlawan Indonesia dari Kabupaten Badung, Bali.
Ngurah Rai memiliki pasukan yang bernama "Ciung Wenara" melakukan pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan Margarana. (Puputan, dalam bahasa bali, berarti "habis-habisan", sedangkan Margarana berarti "Pertempuran di Marga"; Marga adalah sebuah desa ibukota kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali)
Bersama 1.372 anggotanya pejuang MBO (Markas Besar Oemoem) Dewan Perjoeangan Republik Indonesia Sunda Kecil (DPRI SK) dibuatkan nisan di Kompleks Monumen de Kleine Sunda Eilanden, Candi Marga, Tabanan. Detil perjuangan I Gusti Ngurah Rai dan resimen CW dapat disimak dari beberapa buku, seperti "Bergerilya Bersama Ngurah Rai" (Denpasar: BP, 1994) kesaksian salah seorang staf MBO DPRI SK, I Gusti Bagus Meraku Tirtayasa peraih "Anugrah Jurnalistik Harkitnas 1993", buku "Orang-orang di Sekitar Pak Rai: Cerita Para Sahabat Pahlawan Nasional Brigjen TNI (anumerta) I Gusti Ngurah Rai" (Denpasar: Upada Sastra, 1995), atau buku "Puputan Margarana Tanggal 20 November 1946" yang disusun oleh Wayan Djegug A Giri (Denpasar: YKP, 1990).
Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat menjadi Brigjen TNI (anumerta). Namanya kemudian diabadikan dalam nama bandar udara di Bali, Bandara Ngurah Rai.

Sejarah Singkat Ir. Soekarno By: Agus Sukma



Ir. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno) (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 19451966.[1] Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.[2] Soekarno adalah penggali Pancasila karena ia yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai dasar negara Indonesia itu dan ia sendiri yang menamainya Pancasila.[2] Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya - berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat - menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan.[2] Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen.[2] Setelah pertanggung jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS di tahun yang sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.[2]

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Nama

Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Kusno Sosrodihardjo oleh orangtuanya.[1] Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya.[1][3] Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna.[1][3] Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".[3]
Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda)[rujukan?]. Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah[rujukan?]. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.

[sunting] Achmed Soekarno

Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Ceko, bahasa Wales, bahasa Denmark, bahasa Jerman, dan bahasa Spanyol.
Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed di dapatnya ketika menunaikan ibadah haji.[4] Dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.

[sunting] Kehidupan

[sunting] Masa kecil dan remaja

Rumah masa kecil Bung Karno
Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai.[1] Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali.[1] Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam.[1] Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir.[5] Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.[1]
Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut.[1] Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.[5] Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS).[1] Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS. di Surabaya, Jawa Timur.[1] Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto.[1] Tjokroaminot] bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya.[1] Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis.[1] Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo.[1] Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918.[1] Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.[5]
Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1925.[6] Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.[1] Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.

[sunting] Keluarga Soekarno

 
 
Raden Soekemi Sosrodihardjo
 
Ida Ayu Nyoman Rai
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Soekarno (1901-1970)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Oetari (menikah 1921;berpisah 1923)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Inggit Garnasih (menikah 1923)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Fatmawati (menikah 1943)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Guntur (l.1944)
 
Megawati (l.1947)
 
_Rachmawati_ (l.1950)
 
_Sukmawati_ (l.1952)
 
___Guruh___ (l.1953)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Hartini (menikah 1952)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Taufan (1951-1981)
 
Bayu (l.1958)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Ratna (menikah 1962)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Kartika (l.1967)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Haryati (menikah 1963)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Ayu
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Yurike Sanger (menikah 1964)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Kartini Manoppo
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Totok (l.1967)
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Heldy Djafar (menikah 1966)
 
 
 
 

[sunting] Kiprah politik

[sunting] Masa pergerakan nasional

Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo.[1] Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927.[6] Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.
Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.
Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.

[sunting] Masa penjajahan Jepang

Soekarno bersama Fatmawati dan Guntur
Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.
Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memperhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H Mas Mansyur dan lain lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerjasama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.
Soekarno diantara Pemimpin Dunia
Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerjasama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.
Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, diantaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok Peristiwa Rengasdengklok.
Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.
Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang,antara lain dalam kasus romusha.

[sunting] Masa Perang Revolusi

Ruang tamu rumah persembunyian Bung Karno di Rengasdengklok.
Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI,Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan moment tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP.Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada dimana 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.
Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu. (dibawah Inggris) meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jendral A.W.S Mallaby.
Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.
Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan,sistem pemerintahan berubah menjadi semi-presidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.
Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.

[sunting] Masa kemerdekaan

Soekarno dan Joseph Broz Tito
Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.
Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat dikalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang mempercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Soekarno dan John F Kennedy
Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang merubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam pemecahan konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara-negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.
Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).

[sunting] Kejatuhan

Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965.[7][6] Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya.[6] Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan.[7] Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).[2][7] Sikap Soekarno yang menolak membuabarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.[6][2]
Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno.[7] Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden.[7] Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang.[7] Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.[8]
Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS.[7] Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966.[2] MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut.[7] Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.[7]
Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka.[8] Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia.[8] Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.[8]

[sunting] Sakit hingga meninggal

foto terakhir presiden Soekarno.
Makam Presiden Soekarno di Blitar, Jawa Timur.
Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965.[8] Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964.[8] Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional.[8] Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik.[8][1] Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi.[8] Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan.[8] Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.[8]
Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut:[8]
  1. Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
  2. Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
  3. Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.
Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintah memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno.[8] Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970.[8] Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan dengan makam ibunya.[8] Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara.[8] Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.[8]

[sunting] Peninggalan

Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan perangko "100 Tahun Bung Karno".[5] Perangko yang diterbitkan merupakan empat buah perangko berlatarbelakang bendera Merah Putih serta menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia.[5] Perangko pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920an terpampang di atasnya. Sementara itu, perangko yang ketiga memiliki nominal Rp. 900 serta menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Perangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp. 1000. Keempat perangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum Peruri.[5] Selain perangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan perangko, album koleksi perangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.[5]
Perangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Perangko tersebut menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro.[9] Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Nama Soekarno pernah diabadikan sebagai nama sebuah gelanggang olahraga pada tahun 1958. Bangunan tersebut, yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana keperluan penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde Baru, komplek olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama awalnya yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno.[10]
Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua diantaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak ketiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie meresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi meneruskan pemikiran Bung Karno, Nation and Character Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.[11]
Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan benda-benda seni maupun non-seni kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.[12] Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan putra-putri Soekarno yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra dan Kartika Sari Dewi Soekarno.[12] Di tahun 2003, Yayasan Bung Karno membuka stan di Arena Pekan Raya Jakarta.[5] Di stan tersebut ditampilkan video pidato Soekarno berjudul "Indonesia Menggugat" yang disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno menjadi presiden.[5] Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cinderamata Soekarno dijual di stan tersebut.[5] Diantaranya adalah kaus, jam emas, koin emas, CD berisi pidato Soekarno serta kartu pos Soekarno.[5]
Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda warisan Soekarno.[5] Soenuso mengaku merupakan mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang.[5] Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai warisan Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi, Bogor.[5] Benda-benda tersebut antara lain adalah sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam register emas JM London, emas putih dengan cap tapal kuda JM Mathey London serta plakat logam berwarna kuning dengan tulisan ejaan lama berupa deposito hibah.[5] Selain itu terdapat pula uang UBCN (Brasil) dan Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss dan Bank Netherland.[5] Meskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar yang memastikan keaslian dari emas tersebut.[13]

[sunting] Penghargaan

Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri.[14] Perguruan tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara lain adalah Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Hasanuddin dan Institut Agama Islam Negeri Jakarta.[14] Sementara itu, Columbia University (Amerika Serikat), Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Rusia) dan Al-Azhar University (Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa.[14]
Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal selama 104 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki.[5] Penghargaan tersebut adalah penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas.[5] Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid.[5] Acara penyerahan penghargaan tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan.[5]

[sunting] Lihat pula

Search